TEMPO.CO, Bandung - Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Bandung sudah mampu membuat komputer jinjing alias laptop. Hanya, pemasaran laptop buatan siswa ini masih seret. Sejak 2009 sampai sekarang, baru 200 unit lebih komputer jinjing yang terjual. Pemasarannya masih terbatas karena daya beli masyarakat masih kurang dan kebijakan pemerintah daerah belum mendukung.
Sejak 2009, SMKN 4 menjalin kerja sama dengan perusahaan laptop lokal bermerek Advan yang berpusat di Semarang , Jawa Tengah. Produk yang mereka hasilkan diberi nama Advan SMK. "Kami rakit laptop ukuran layar 10 dan 14 inci serta deskbook," kata Wakil Kepala SMKN 4 Bandung Bidang Penelitian dan Pengembangan Eman Sulaeman Hidayat, Selasa, 10 Januari 2012.
Perakitan dan penjualan laptop itu dilakukan di unit pusat bisnis sekolah. Mereka melibatkan siswa kelas XII untuk membuat laptop di sekolah. Berbeda dengan cara kerja di pabrik, satu orang siswa diwajibkan menangani sendiri satu unit laptop yang dibuat. "Perakitan hanya tiga jam sudah bisa selesai," ujarnya.
Modal awal pembuatan laptop berasal dari Kementerian Pendidikan Nasional pada 2009 sebesar Rp 400 juta. Duit itu dipakai untuk membeli komponen laptop. Sampai sekarang, pengerjaannya baru bisa berdasarkan pesanan. "Paling banyak dari kalangan sekolah dan guru," ujarnya. Harganya sesuai pasaran yang berlaku.
Menurut Eman, keuntungan uang penjualan laptop yang masuk ke sekolah sangat kecil. Namun keuntungan terbesarnya berupa investasi pengetahuan bagi guru dan siswa. Walau begitu, Eman berharap laptop rakitan SMK pasarnya bisa meluas. Sebab, dengan begitu, jumlah siswa yang bisa merakit akan semakin banyak.
Dia mengatakan sebenarnya banyak peminat yang memesan laptop SMK, terutama dari kalangan guru. "Mereka sangat membutuhkan agar bisa mudah cari bahan ajar di Internet dan menarik siswa belajar," katanya. Namun para guru hanya sanggup mengangsur, sementara sekolah perakit membutuhkan pembayaran tunai untuk membeli komponen.
Sekolah berharap Pemerintah Kota Bandung berbuat sesuatu. Misalnya membuat kebijakan pembelian laptop yang ringan buat para guru. Sekolah juga butuh tambahan modal untuk pembuatan laptop, terutama untuk pemesan yang hanya bisa mengangsur. "Kami sebenarnya sama seperti dealer laptop, bedanya kami tidak ditarget penjualan," katanya.
Kepala Bidang SMA dan SMK Dinas Pendidikan Kota Bandung Dedi Dharmawan mengatakan pihaknya telah membeli sedikitnya 5 laptop hasil rakitan SMK. "Saya pakai sisanya untuk anak buah, kualitasnya bagus seperti laptop sejenis," katanya. Meski begitu, ia mengakui Dinas Pendidikan masih mencari cara agar laptop rakitan SMK itu bisa dipakai banyak orang, paling tidak di kalangan pegawai negeri dan sekolah. "Pengadaan barang kan harus pakai tender," ujar Dedi.
ANWAR SISWADI
0 komentar:
Posting Komentar